Teluk Benoa Jadi Kawasan Konservasi Maritim
Viralnesia.org — Seluas 1.243 hektar di Teluk Benoa terletak di Badung, Bali secara resmi ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut oleh Susi Pudjiastuti di akhir masa jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan keputusan ini adalah hasil dari “perjuangan panjang yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat” dan “kebijakan yang mendukung aspirasi masyarakat Bali”.
Meskipun menganggap keputusan itu sebagai “angin segar”, kombinasi dari masyarakat sipil lintas sektoral yang menentang proyek reklamasi Teluk Benoa, Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) menganggap keputusan ini tidak seluruhnya membatalkan proyek reklamasi yang diluncurkan sejak beberapa tahun lalu.
“Ini akan memakan waktu kerja keras dan perjuangan dari total seluruh elemen masyarakat Bali untuk benar-benar memastikan Teluk Benoa kuat hukum sebagai kawasan konservasi laut,” ujar koordinator ForBALI, I Wayan Suardana.
Berikut adalah empat hal yang perlu Anda ketahui tentang penentuan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi laut.
Teluk Benoa Resmi Ditetapkan Sebagai Kawasan Konservasi Laut Oleh Susi Pudjiastuti
Apa yang terbaru?
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi mengeluarkan Keputusan Menteri No. 46 / KEPMEN-KP / 2019 Tentang Kawasan Konservasi Laut Teluk Benoa di perairan Provinsi Bali, tanggal 4 Oktober 2019.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengungkapkan keputusan menteri adalah tanggapan terhadap surat gubernur yang ditujukan kepada kementerian pada tanggal 11 September, mengenai penunjukan usulan kawasan konservasi laut Teluk Benoa.
Usulan tersebut adalah hasil dari konsultasi publik yang dihadiri oleh para pejabat dan pendeta adat yang memanfaatkan Teluk Benoa, para ahli, LSM dan pemangku kepentingan lainnya.
“Perjuangan kita yang lama yang dijalankan oleh berbagai elemen masyarakat itu sudah mendapat jawaban konkret dari menteri Kelautan dan Perikanan, kawasan Teluk Benoa menjadi menjadi kawasan konservasi maritim. Bagus kan?,” katanya dalam konferensi pers pada Kamis (10/10) malam, seperti yang dilaporkan oleh wartawan Anton Muhajir di Bali.
Jadi, apa isi keputusan menteri di kawasan konservasi laut Teluk Benoa itu?
Menurut Koster terdapat lima poin dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pertama, mengatur perairan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Laut Teluk Benoa di perairan provinsi Bali.
Kedua, Kawasan Konservasi Laut Teluk Benoa dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali.
Ketiga, Daerah Perlindungan Budaya Maritim Teluk Benoa dengan luasan keseluruhan 1.243,41 hektare, meliputi zona inti dan zona pemanfaatan terbatas. Di dalam zona inti terdapat 15 titik koordinat masing-masing dengan radius kurang lebih 50 cm. Tidak ada penjelasan lebih lanjut perihal zona pemanfaatan.
Keempat, Daerah Perlindungan Budaya Maritim Teluk Benoa memiliki batas koordinat dan peta kawasan sebagai bagian tak terpisahkan dari keputusan. Terakhir, mengacu pada Pemerintah Provinsi Bali untuk pengelolaan Daerah Perlindungan Budaya Maritim Teluk Benoa.
Pengelolaan meliputi pengangkatan organisasi manajemen, penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan dan peraturan zonasi Kawasan Konservasi Laut, penataan batas, serta sosialisasi dan penguatan manajemen.
Kawasan itu sebelumnya sempat menjadi polemik lantaran menjadi objek dari proyek reklamasi yang dijalankan pemerintah di Teluk Benoa. Namun, menurutnya polemik itu tidak perlu terjadi lagi.
“Saya pikir kita tidak perlu lagi tergoda untuk melakukan kegiatan yang menyebabkan polemik di masyarakat apakah jadi atau tidaknya untuk reklamasi di Teluk Benoa. Saya mengatakan kebijakan ini telah selesai itu barang,” katanya.
Baca Juga: Bandar Judi Bola Online Terpercaya – Senior Master Agen
Apa respons masyarakat?
Namun, bagi sebagian warga di Bali, imbauan itu seperti tidak berlaku.
I Wayan Sanjaya hanya salah satu dari mereka. Sebagai penduduk Bali selama lima tahun untuk berpartisipasi secara aktif menolak rencana reklamasi, desainer ini sangat senang Teluk Benoa akhirnya ditunjuk sebagai KKM tersebut.
“Patut disyukuri juga, sih. Tapi, sebenarnya yang jadi masalah reklamasi kan karena ada Perpres No 51 tahun 2014. Jadi, sekarang senang boleh tetapi tetap harus turun ke jalan lagi supaya Perpres itu batal,” kata Sanjaya.
“Kalau itu batal, baru bisa dijadikan jaminan pelestarian Teluk Benoa,” ujarnya.
Sementara itu, I Wayan Suardana, menyebut keputusan itu menjadi angin segar dan menjaid “modal awal” untuk sepenuhnya membangun Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim.
Menurut pria yang akrab disapa Gendo ini, perlu ada instrumen hukum lain yang khusus dan atau setara dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 51 tahun 2014 terkait dengan perubahan peruntukan ruang daerah yang paling pesisir dan pulau-pulau kecil yang bagian dari wilayah Teluk Benoa, Bali, yang masih berlaku.
“Bagi saya, karena dia modal awal, dia belum bersifat final, dalam artian izin lokasi masih berlaku, Perpres Nomor 51/2014 masih berlaku, maka kami tetap harus jaga-jaga bilamana belum ada tindakan konkrit terkait proses pencabutan izin lokasi dan atau upaya untuk menganulir Perpres 51/2014,” ujar Gendo.
Hal ini diamini oleh I Gede Hendrawan dari Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Dia mengatakan bahwa saat ini sedang dibuat peraturan baru untuk mencabut Peraturan Presiden 51/2014.
Gede yang merupakan bagian dari perumusan keputusan presiden baru mengungkapkan aturan yang dirilis dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberikan kesempatan bagi siapa saja, terutama investor, untuk mengambil keuntungan dari Teluk Benoa, salah satunya adalah melalui reklamasi.
“Betul sekarang ada Kepmen terkait kawasan konservasi maritim, tapi itu tidak serta-merta membatalkan zona di Teluk Benoa sebagai kawasan pemanfaatan,” katanya.
Mengingat kembali, pada tahun 2009 Teluk Benoa ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi di bawah peraturan daerah di Bali.
Pada 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Perpres Nomor 45 Tahun 2011 dan menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi perairan.
Aturan itu digantikan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 yang mengubah status kawasan Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan sehingga menjadi legitimasi bagi rencana reklamasi di Teluk Benoa.
Rencana reklamasi di Teluk Benoa sendiri akan dilakukan oleh PT Tirta Wahana Bali International (TWBI).
Perusahaan bagian dari Artha Graha Group milik taipan Tomy Winata berencana membangun fasilitas pariwisata di daerah dari 810 hektar di daerah Teluk Benoa.
Dalam proyek yang direncanakan untuk teater, hotel, resor, fasilitas pariwisata, ke mal. Masalahnya adalah, rencana tersebut akan dilakukan di hutan bakau terbesar di Bali yang juga merupakan kawasan konservasi.
Penolakan pun berlangsung selama lebih dari lima tahun sejak rencana itu mengemuka ke publik.
ForBALI menjadi organisasi payung berbagai kelompok masyarakat di Bali yang menolak rencana tersebut. Di dalamnya ada ForBALI antara organisasi non-pemerintah, musisi dan band, perkumpulan anak muda banjar, dan desa adat.
Pemulihan kondisi Teluk Benoa
Lebih jauh Gede menjelaskan saat ini sedang bergulir kajian aturan pengganti Perpres 51/2014 yang akan mengadopsi penetapan kawasan konservasi maritim ke dalam perpres tersebut.
“Sedang dibuat, kita dorong Oktober, atau paling lambat November bisa ditandatangani oleh Presiden,” kata dia.
Setelah Teluk Benoa menjadi kawasan konservasi, imbuh Gede, maka pemulihan kondisi Teluk Benoa bisa berjalan dengan baik.
“Sebenarnya utama dari kawasan maritim adalah nilai budaya, bahwa di sana ada 70-an titik suci yang dikeramatkan oleh umat Hindu di Bali. Sehingga bagaimana kita mengkonservasi bukan hanya masalah ekologi tapi masalah budaya yang ada di sana,” ujar Gede.
Lihat Juga: Seniormasteragen
Ini menjadi nilai penting bagaimana kemudian Teluk Benoa sebagai penyangga ekologi yang ada di luar teluk, seperti terumbu karang yang ada di Nusa Dua dan aktivitas pariwisata yang membutuhkan perairan yang bersih.
“Ada mangrove di sana, kalau ini dirusak, mangrove mati, ketika masuk air dari sungai itu tidak ada sediment trap (perangkap sedimen) sehingga kekeruhan air di laut akan semakin tinggi sehingga berdampak juga pada pariwisata dan ekologi yang ada di sekitarnya.”